Tanpa Disadari Menggerogoti Kesehatan Pikiran, Empat Kebiasaan Harian Ini Bisa Merusak Otak dalam Jangka Panjang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 10:48:37 WIB
Tanpa Disadari Menggerogoti Kesehatan Pikiran, Empat Kebiasaan Harian Ini Bisa Merusak Otak dalam Jangka Panjang

JAKARTA - Rutinitas harian sering kali dijalani secara otomatis tanpa banyak pertimbangan terhadap dampaknya bagi kesehatan jangka panjang. Di balik kebiasaan yang tampak sepele, terdapat risiko serius yang dapat memengaruhi fungsi otak secara perlahan.

Banyak orang fokus menjaga kesehatan fisik seperti jantung dan berat badan, tetapi lupa memperhatikan kesehatan otak. Padahal, otak merupakan pusat kendali utama yang menentukan kualitas hidup seseorang.

Sejumlah kebiasaan yang dilakukan hampir setiap hari ternyata memiliki pengaruh besar terhadap penurunan fungsi kognitif. Empat kebiasaan tertentu bahkan disebut memiliki dampak paling signifikan terhadap kesehatan otak.

"Kabar baiknya adalah kebiasaan-kebiasaan ini adalah yang paling mudah diubah," kata direktur unit penelitian genetika dan penuaan serta wakil direktur Pusat Kesehatan Otak McCance di Rumah Sakit Umum Massachusettes yang berafiliasi dengan Harvard, Rudolph Tanzi.

Pernyataan tersebut memberi harapan bahwa risiko kerusakan otak tidak selalu bersifat permanen. Dengan perubahan sederhana, kesehatan otak masih bisa dijaga sejak dini.

Lalu, kebiasaan apa saja yang dimaksud dan sering luput dari perhatian banyak orang. Berikut penjelasan lengkap mengenai kebiasaan yang dapat merusak otak jika dibiarkan berlangsung terus-menerus.

Pola Hidup Pasif yang Menggerus Fungsi Otak

Terlalu banyak duduk menjadi salah satu kebiasaan yang paling sering dilakukan tanpa disadari. Aktivitas ini umum terjadi baik di kantor, di rumah, maupun saat bepergian.

Dikutip dari laman Harvard Health, rata-rata orang dewasa duduk selama enam setengah jam per hari. Waktu duduk yang panjang ini ternyata berdampak buruk pada kesehatan otak.

Dalam sebuah studi tahun 2018 di PLOS One, terlalu banyak duduk dikaitkan dengan perubahan pada bagian otak yang penting untuk memori. Penelitian ini menunjukkan bahwa kebiasaan pasif memiliki konsekuensi serius bagi fungsi kognitif.

Para peneliti menggunakan pemindaian MRI untuk melihat lobus temporal medial atau medial temporal lobe (MTL). Wilayah ini berperan penting dalam membentuk ingatan baru pada orang berusia 45 hingga 75 tahun.

Hasil pemindaian tersebut kemudian dibandingkan dengan rata-rata jumlah jam duduk peserta setiap harinya. Perbandingan ini memberikan gambaran jelas tentang dampak gaya hidup pasif terhadap struktur otak.

Peserta yang duduk paling lama diketahui memiliki wilayah MTL yang lebih tipis. Penipisan ini menjadi perhatian karena berkaitan langsung dengan fungsi memori.

Menurut para peneliti, penipisan MTL dapat menjadi prekursor penurunan kognitif dan demensia. Artinya, risiko gangguan ingatan dapat muncul lebih awal akibat kebiasaan duduk terlalu lama.

Untuk itu, Tanzi menyarankan agar seseorang tidak berlama-lama berada dalam posisi duduk. Pergerakan kecil secara rutin dinilai dapat membantu menjaga kesehatan otak.

Gerakan yang dimaksud tidak harus berupa olahraga berat. Aktivitas ringan seperti berjalan-jalan di sekitar rumah atau melakukan beberapa squat sudah cukup bermanfaat.

Tanzi juga menyarankan berjalan cepat atau melakukan lunge sebagai alternatif. Kunci utamanya adalah memutus waktu duduk yang terlalu panjang.

"Atur pengatur waktu di ponsel Anda sebagai pengingat, katanya. Pengingat ini dapat membantu membangun kebiasaan bergerak secara konsisten.

Minim Interaksi Sosial dan Dampaknya bagi Otak

Kurang bersosialisasi menjadi kebiasaan lain yang berdampak besar pada kesehatan otak. Banyak orang menganggap menyendiri sebagai hal biasa tanpa menyadari risikonya.

Perlu diketahui bahwa kesepian dikaitkan dengan depresi dan risiko Alzheimer yang lebih tinggi. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi emosi, tetapi juga struktur otak.

Sebuah studi di Journal of Gerontology: Series B menunjukkan dampak nyata dari kurangnya interaksi sosial. Penelitian tersebut menemukan adanya kehilangan materi abu-abu otak pada individu yang kurang aktif secara sosial.

Materi abu-abu merupakan lapisan terluar otak yang berfungsi memproses informasi. Kehilangannya dapat berdampak langsung pada kemampuan berpikir dan mengingat.

Meski demikian, bersosialisasi tidak harus dilakukan dengan banyak orang. Kualitas interaksi justru lebih penting dibandingkan kuantitas.

Tanzi menekankan bahwa memiliki lingkaran sosial kecil sudah cukup memberikan manfaat. Dua atau tiga orang yang dekat dapat menjadi sumber dukungan emosional yang kuat.

"Temukan dua atau tiga orang yang pada dasarnya dapat Anda ajak berbagi apa pun," katanya. Hubungan yang terbuka dan jujur membantu menjaga kesehatan mental dan otak.

Interaksi yang bermakna juga dapat merangsang aktivitas otak. Percakapan mendalam dan emosional mampu melatih fungsi kognitif secara alami.

"Anda menginginkan interaksi yang bermakna dan merangsang pikiran, jadi pilihlah orang-orang yang Anda sayangi dan yang menyayangi Anda," kata Tanzi. Hubungan emosional yang positif menjadi kunci utama.

Kurang Tidur dan Penurunan Kemampuan Kognitif

Tidur sering kali dikorbankan demi pekerjaan atau hiburan. Padahal, tidur memiliki peran krusial dalam menjaga fungsi otak.

Menurut CDC, sebanyak seperempat orang dewasa tidak mendapatkan jumlah tidur yang direkomendasikan. Rata-rata kebutuhan tidur ideal adalah tujuh hingga delapan jam per malam.

Kurang tidur bukan hanya menyebabkan rasa lelah. Dampaknya jauh lebih luas dan menyentuh kemampuan kognitif dasar.

Penelitian dalam jurnal Sleep pada tahun 2018 menunjukkan bahwa kemampuan kognitif menurun saat tidur kurang dari tujuh jam. Penurunan ini meliputi memori, penalaran, dan pemecahan masalah.

Otak membutuhkan waktu tidur untuk memproses informasi yang diterima sepanjang hari. Tanpa tidur cukup, proses ini tidak berjalan optimal.

"Pastikan Anda tidur satu jam lebih awal dari biasanya," kata Tanzi. Langkah sederhana ini dapat membantu mengurangi kebiasaan begadang.

Ia menambahkan bahwa tidur lebih awal memberi otak dan tubuh waktu ekstra untuk pulih. Kualitas tidur yang baik berdampak langsung pada kesehatan mental.

Saat terbangun di malam hari, otak sebaiknya diberi waktu untuk rileks. Aktivitas ringan dinilai lebih baik dibandingkan stimulasi berlebihan.

Cobalah membaca buku atau melakukan relaksasi ringan. Hindari menonton televisi atau menggunakan laptop saat terbangun.

"Meskipun Anda terjaga untuk sementara waktu, Anda masih memiliki waktu ekstra satu jam untuk menggantinya," ungkapnya. Pendekatan ini membantu menjaga keseimbangan tidur secara keseluruhan.

Stres Berkepanjangan dan Kerusakan Struktur Otak

Stres kronis menjadi faktor terakhir yang memiliki dampak besar pada kesehatan otak. Tekanan yang berlangsung lama dapat merusak sel-sel otak secara perlahan.

Stres berkepanjangan diketahui dapat mengecilkan korteks prefrontal. Area ini bertanggung jawab atas fungsi memori dan pembelajaran.

Ketika korteks prefrontal terganggu, kemampuan mengambil keputusan juga dapat menurun. Hal ini berdampak pada kehidupan sehari-hari dan produktivitas.

Tanzi menyarankan agar seseorang bersikap lebih fleksibel dalam bereaksi terhadap situasi. Mengendalikan respons emosional dapat membantu menekan stres.

Saat merasa akan marah, tarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri. Teknik sederhana ini dapat mencegah lonjakan stres yang berlebihan.

Ingatkan diri bahwa tidak semua hal harus dikendalikan sepenuhnya. Perspektif yang lebih terbuka membantu mengurangi tekanan mental.

Terima bahwa sudut pandang orang lain bisa sama baiknya. Sikap ini membantu menjaga ketenangan dan kestabilan emosi.

Menenangkan diri juga bisa dilakukan dengan mengulangi mantra positif. Kalimat sederhana dapat membantu mengembalikan fokus.

"Saya baik-baik saja, saat ini." Mantra ini dapat diulang untuk menenangkan pikiran.

"Mengendalikan ego Anda dapat mencegah stres sebelum menjadi tidak terkendali," kata Tanzi. Kesadaran diri menjadi langkah penting dalam menjaga kesehatan otak.

Keempat kebiasaan ini sering kali dianggap remeh karena sudah menjadi bagian dari rutinitas. Padahal, dampaknya dapat bersifat jangka panjang jika tidak segera diubah.

Dengan mengenali dan mengurangi kebiasaan tersebut, kesehatan otak dapat dijaga lebih baik. Perubahan kecil yang konsisten mampu memberikan manfaat besar di masa depan.

Terkini