JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat pertumbuhan harga properti residensial di pasar primer pada triwulan III-2025 relatif terbatas. Hal ini terlihat dari Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya.
“Hal ini tercermin dari Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) pada triwulan III-2025 yang tumbuh sebesar 0,84 persen (year on year/yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan II-2025 sebesar 0,90 persen (yoy),” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso.
Perlambatan pertumbuhan harga rumah kecil dan menengah menjadi faktor utama. Kenaikan harga rumah kecil tercatat 0,71 persen (yoy), sedangkan rumah menengah tumbuh 1,18 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan 1,04 persen (yoy) dan 1,25 persen (yoy) pada triwulan II-2025.
- Baca Juga Cara dan Syarat Kredit Laptop di Erafone
Sementara itu, harga rumah tipe besar relatif stabil. Triwulan III-2025 mencatat pertumbuhan 0,72 persen (yoy), hampir sama dengan 0,70 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Penjualan Rumah Menengah dan Besar Masih Lemah
Selain harga, penjualan unit properti residensial menengah dan besar juga belum menunjukkan peningkatan signifikan. Penjualan rumah tipe besar tercatat menurun 23 persen (yoy), sedangkan tipe menengah mengalami kontraksi 12,27 persen (yoy).
Sebaliknya, rumah tipe kecil tetap diminati konsumen. Penjualan rumah tipe kecil meningkat 14,95 persen (yoy), naik signifikan dari 6,70 persen (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Secara keseluruhan, penjualan properti residensial di pasar primer mengalami kontraksi tipis. Triwulan III-2025 mencatat penurunan 1,29 persen (yoy), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,80 persen (yoy).
Fakta ini menunjukkan adanya pergeseran preferensi konsumen. Rumah tipe kecil lebih laku karena harga yang lebih terjangkau dan lebih mudah dijangkau oleh masyarakat.
Sumber Pembiayaan Pengembang dan Konsumen
Dari sisi pembiayaan pembangunan properti residensial, mayoritas masih berasal dari dana internal pengembang. Survei BI mencatat pangsa pembiayaan internal mencapai 77,67 persen dari total pembangunan properti.
Sementara itu, pinjaman perbankan menjadi sumber tambahan sebesar 16,02 persen. Pembayaran langsung dari konsumen hanya menyumbang 6,31 persen dari total pembiayaan pengembang.
Bagi konsumen, mayoritas pembelian rumah di pasar primer dilakukan melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pangsa KPR mencapai 74,41 persen dari total pembiayaan pembelian rumah.
Pembelian rumah secara tunai bertahap dan tunai penuh masing-masing memiliki pangsa 17 persen dan 8,59 persen. Hal ini menunjukkan KPR tetap menjadi pilihan dominan bagi masyarakat yang ingin memiliki rumah primer.
Tren dan Implikasi bagi Pasar Properti
Pertumbuhan harga yang terbatas dan penjualan rumah menengah-besar yang lemah menjadi sinyal bagi pelaku pasar. Pengembang perlu menyesuaikan strategi penawaran agar dapat menarik minat konsumen di tengah kondisi ini.
Rumah tipe kecil menjadi produk andalan karena lebih laku di pasar. Hal ini mencerminkan kebutuhan masyarakat akan hunian terjangkau yang tetap nyaman dan strategis lokasinya.
Pembiayaan internal pengembang yang dominan juga menekankan pentingnya perencanaan keuangan. Pengembang harus tetap menjaga likuiditas agar proyek dapat berjalan lancar meski penjualan belum optimal.
Dari sisi konsumen, dominasi KPR menunjukkan adanya ketergantungan pada fasilitas kredit. Pemerintah dan perbankan dapat memanfaatkan tren ini dengan menawarkan produk kredit yang lebih fleksibel dan terjangkau.
Dengan memahami tren harga, penjualan, dan pembiayaan, pemangku kepentingan properti bisa merumuskan strategi lebih efektif. Hal ini penting agar pasar tetap stabil dan pertumbuhan properti residensial dapat berlanjut secara berkelanjutan.